Asahan Insight
Asahan - Sore Kamis (25/9/2025), di Perumahan BTN Rahuning Permai, Dusun IV, Desa Rahuning, Kecamatan Rahuning, Asahan, udara terasa dipenuhi bau yang aneh. Bau yang tidak biasa, yang menusuk hidung dan tak bisa diabaikan.
Awalnya, kecurigaan itu murni karena urusan pekerjaan. Seorang kurir paket sudah tiga hari bolak-balik ke rumah Rusli, tetapi selalu pulang dengan tangan hampa. Paket itu tak pernah terkirim.
Padahal, pada kunjungan keempatnya, ia melihat hal yang aneh: lampu rumah menyala dan anehnya, suara air keran terus mengalir dari dalam. Rumah itu jelas berpenghuni, tetapi kenapa senyap?
Kurir itu tak bisa tenang. Ia memanggil Ivan (20), tetangga sekitar, untuk meminta bantuan.
Saat keduanya berdiri di depan pintu kayu itu, mereka bukan hanya mencium bau yang menyengat, tetapi juga melihat pemandangan menjijikkan: lalat-lalat dengan santainya keluar-masuk dari celah gorden jendela. Bau itu, jelas sekali, adalah bau kematian.
Ketegangan mencapai puncaknya ketika mereka mengetuk. Bukan suara Rusli yang menjawab, melainkan suara seorang wanita tua, lemah dan tercekat. Suara yang lahir dari keputusasaan.
“Anakku mati, minta tolong,” bisikan itu merayap keluar, membuat Ivan dan kurir itu terdiam membeku.
Ivan berlari mencari bantuan perangkat desa. Ketika pintu akhirnya didobrak, di dalamnya mereka menemukan seorang nenek renta, Rosmaimun boru Siregar (80 tahun). Ia buta, dan dalam kondisi tubuh yang sangat lemah.
Nenek Rosmaimun, dengan suaranya yang parau, adalah saksi paling dekat dan paling tragis dari peristiwa ini. Ia tidak melihat, tetapi ia merasakan setiap detik kesunyian yang mencekam.
Putranya, Rusli, ditemukan terlentang kaku di atas tempat tidur. Kondisinya sudah membusuk, tanda ia telah meninggal setidaknya tiga hari sebelumnya.
Bagi Rosmaimun, Rusli adalah satu-satunya tumpuan hidupnya. Meskipun punya riwayat penyakit, Rusli masih sempat berjualan mainan anak pada hari Senin. Namun, saat Selasa pagi tiba, kebiasaan itu terhenti selamanya.
“Biasanya pagi anakku itu sudah bangun dan sarapan, tapi Selasa tidak ada sahutan,” ujar Rosmaimun, air matanya menetes meski tak ada yang bisa ia lihat. “Waktu saya dekati, mukanya sudah dingin. Saya sudah menangis minta tolong, tapi tidak ada yang dengar.”
Bayangkan, seorang ibu buta, terperangkap di samping jenazah putranya selama berhari-hari, hanya bisa menangis dalam gelap dan berharap ada yang mendengar di balik pintu yang tertutup. Pintu yang baru terbuka berkat kegigihan seorang kurir paket yang curiga.
Kepala Desa Rahuning, Mahyunan Panjaitan, yang dihubungi, langsung meneruskan laporan ini ke polisi. Tak lama, tim dari Polsek Pulau Raja dan tim medis tiba untuk pemeriksaan.
Warga sekitar mengenal Rusli sebagai duda tanpa anak yang “tertutup, jarang bergaul.” Sifatnya yang menarik diri dari lingkungan inilah yang membuat kematiannya bisa tersembunyi selama itu. Meski berstatus warga Medan, ia sudah menetap di perumahan ini bersama ibunya selama tujuh tahun.
Iptu Wanter Simanungkalit, SH, Kanit Reskrim Polsek Pulau Raja, membenarkan penemuan mayat tersebut. Setelah pemeriksaan mendalam, kesimpulan medis pun keluar: "Dugaan sementara, korban meninggal karena sakit. Tidak ada tanda-tanda kekerasan.”
Kisah pilu Rusli, yang diawali oleh paket tak terkirim dan diakhiri dengan isak tangis buta ibunya, akhirnya sampai pada penutupan. Keluarga mengikhlaskan dan menolak otopsi. Jenazah Rusli pun dimakamkan di perkuburan setempat.
Tragedi ini menjadi sebuah pengingat yang menyentuh tentang pentingnya kepedulian. Sebuah kematian yang sunyi, di tengah hiruk pikuk perumahan, terungkap bukan karena tetangga, melainkan karena naluri seorang kurir paket dan tangisan pilu seorang ibu yang buta.